Wednesday, September 28, 2016

Pemimpin itu, Berani Gak Populer di Mata Kaumnya




Lagi-lagi Ahok. Sepertinya, belum ditemukan kata penutup untuk menyudahi bahasan dengan Ahok. Dan beruntungnya saya. Saya selalu punya kata-kata untuk disampaikan kepada dunia. Pesannya, “Kami punya Ahok.”

Ini seperti masa kanak-kanak dulu. Masa saat saya dan teman-teman saling menunjukkan “jagoan” masing-masing. Jagoan gue “Goku” dikamehame mampus lu. Jagoan gue “Wiro Sableng” dibacok mati lu. Pada akhirnya, permainan “jago-jagoan” itu hanya sebatas adu hafalan nama, tanpa tahu siapa yang benar-benar jago.

Setelah dewasa, ternyata, kita perlu punya jagoan. Tentu yang riil. Yang bisa membuat kita benar-benar terlindungi. Dan, saya beserta orang-orang yang berada di belakang Ahok, sebenarnya, ingin katakan, “Jagoan gue Ahok, diomelin mampus lu.” 

Banyak aspek yang enak untuk dibagi seputar Ahok. Dan, pada kesempatan ini. Saya mau berbagi satu hal. Sebuah fakta bahwa Ahok gak takut dirinya gak populer di mata kaumnya.

Rabu kemarin, 28 September 2016. Pemprov DKI tetap menggusur bangunan-bangunan yang berada di pinggiran kali di Bukit Duri. 

Dan... protes pun berdatangan dimana-mana. Mereka yang benci Ahok mulai menggoreng peristiwa ini untuk menyuburkan “kebencian” atas Ahok. 

Banyak pihak yang simpati dengan Ahok menyayangkan peristiwa ini. Katanya, kenapa gak nanti-nanti aja? Ini menjelang Pilkada loh. Simpati masyarakat bisa hilang. Akibatnya, elektabilitas Ahok bisa menurun.

Apalagi pihak-pihak yang kontra Ahok. Punya momen untuk tebar simpati kepada korban “penggusuran”. Apalagi, penggusuran ini dilakukan sebelum keluar putusan pengadilan. Makin enak aja digoreng untuk sudutkan Pemprov, #ehh Ahok maksudnya.

Inilah yang menurut saya “keren” dari Ahok. Dia gak takut popularitasnya turun. Dia tetap “istiqomah” benahin Jakarta. Gak ada cerita karena menjelang Pilkada, warga harus dibaik-baikin, dikasih duit, beras, dan sejumlah janji-janji manis. 

Mengapa Ahok buru-buru “gusur” Bukit Duri? Kan putusan pengadilan belum keluar?
Pemimpin yang berani gak populer, berani mengambil sikap demi kemaslahatan umat. Kita tahu bahwa sekarang sudah masuk musim hujan. Jawa Barat sudah banyak yang dihantam banjir. Jakarta, tinggal menunggu waktu.

Hujan gak bisa dihindari, apalagi dipindahkan. Seperti halnya kali Ciliwung yang mustahil dipindahkan. Akan jadi masalah kalau normalisasi sungai dilakukan saat banjir menyerang. 

Ahok sadar bahwa keputusan yang dia ambil akan melahirkan puluhan “haters” baru. Tapi, itu hanya soal waktu saja. Setelah itu, lahirlah “lovers” Ahok yang jumlahnya ribuan. Yang menjadi saksi bahwa Ahok memang bekerja untuk maslahat umat.

Ahok gak pernah ragu bilang kepada warganya, “Kalau gak puas, jangan pilih gue.” Ahok berani bilang gitu karena dia gak punya alasan untuk ngemis-ngemis suara. Ahok punya nilai tawar yang tinggi dengan warganya. Gak percaya? 

Gak cukup 1 juta KTP untuk Ahok? 1 juta KTP adalah mahar dari warga Jakarta agar Ahok kembali ngurus ibukota menjadi lebih baik lagi. Mahar 1 juta KTP inilah yang membuat PDI P gak punya alasan untuk nolak Ahok. Meski Ahok bukan kader. Meski tanpa mahar.

Saya tahu yang benci Ahok banyak. Yang gak akan pilih Ahok nanti juga banyak. Itu karena Ahok kafir dan china. Hanya itu yang mereka punya untuk lawan Ahok.

Sayangnya. Warga Jakarta punya tingkat kewarasan yang tinggi. Mereka butuh program bukan identitas keagamaan.

Melawan Ahok dengan SARA. Atau melawan Ahok dengan mengkritik kebijakannya yang dianggap “gak pro rakyat kecil”, karena suka “gusur”. Ahok gak takut dirinya gak populer.

Dan mereka yang simpati dengan Ahok akan sulit dibuat bimbang, kalau drama Pilkada DKI cuma mentok pada kritik kinerja petahana atau yang paling menggelikan, mempermasalahkan identitas keagamaan petahana.

Ini yang dikatakan Ahok tadi pagi, “Kalau saya enggak kepilih lagi pun, (pada) Oktober 2017 orang akan melihat saya yang membereskan Kampung Pulo dan Bukit Duri. Saya yang bisa membuat titik banjir di Jakarta akan berkurang banyak.”

Angkuh kah Ahok seperti yang dikatakan Amien Rais?
Itu hanyalah keyakinan Ahok bahwa yang ia lakukan sudah benar, meski dengan penuh pengorbanan.

No comments:

Post a Comment